23
Jan
A. Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan Nasional
1. Konsep dan Hakekat Perundang-undangan Nasional
Agar
dalam bersikap dan bertindak tidak saling merugikan di antara sesama
manusia diciptakanlah seperangkat kaidah atau norma atau aturan. Hal ini
dikarenakan setiap orang mempunyai keinginan dan kepentingan yang
berbeda.
Soerjono Soekanto, menyatakan, bahwa sejak dilahirkan manusia telah mempunyai dua hasrat atau keinginan pokok, yaitu:
1. Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya
2. Keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya.
J. P. Glastra van Loan menyatakan, dalam menjalankan peranannya, hukum mempunyai fungsi:
1. Menertibkan masyarakat dan pengaturan pergaulan hidup
2. Menyelesaikan pertikaian
3. Memelihara dan mempertahankan tata tertib dan aturan
4. Mengubah tata tertib dan aturan-aturan dalam rangka penyesuaian dengan kebutuhan masyarakat
5. Memenuhi tuntutan keadilan dan kepastian hukum.
Peraturan terbagi dua yaitu :
Peraturan terbagi dua yaitu :
1. Peraturan tertulis :
- Undang-undang
- Peraturan pemerintah
- Peraturan presiden
- Peraturan daerah
2. Peraturan tidak tertulis :
- Hukum adat
- Adat istiadat
- Kebiasaan-kebiasaan yang dilaksanakan dalam praktik penyelenggaraan negara atau konvensi.
Peraturan yang tertulis meiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Keputusan yang dikeluarkan oleh yang berwewenang
b. Isinya mengikat secara umum
c. Bersifat abstrak.
Ferry Edwar dan Fockema Andreae menyatakan, bahwa
perundang-undangan (legislation, wetgeving atau gezetgebung) mempunyai
dua pengertian, pertama perundang-undangan merupakan proses pembentukan
atau proses membentuk peraturan perundang-undangan negara, baik di
tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Kedua perundang-undangan adalah
segala peraturan negara yang merupakan hasil pembentukan
peraturan-peraturan, baik tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
2. Landasan Berlakunya Peraturan Perundang-undangan
Peraturan perundang-undangan yang akan dibentuk di negara Republik Indonesia harus berlandaskan kepada:
a. Landasan filosofis
Setiap penyusunan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan
cita-cita moral dan cita hukum sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila.
Nilai-nilai yang bersumber pada pandangan filosofis Pancasila, yakni:
1) Nilai-nilai religius bangsa Indonesia yang terangkum dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa
2)
Nilai-nilai hak-hak asasi manusia dan penghormatan terhadap harkat dan
martabat kemanusiaan sebagaimana terdapat dalam sila kemanusiaan yang
adil dan beradab
3) Nilai-nilai kepentingan bangsa secara utuh, dan kesatuan hukun nasional seperti yang terdapat dalam sila Persatuan Indonesia
4)
Nilai-nilai demokrasi dan kedaulatan rakyat, sebagaimana terdapat di
dalam sila kerakyatan yang yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan,dan
5)
Nilai-nilai keadilan, baik individu maupun sosial seperti yang
tercantuk dalam sila Keadila sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
b. Landasan sosiologis
Pembentukan peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan masyarakat.
c. Landasan Yuridis
Menurut lembaga administrasi Negara landasan yuridis dalam pembuatan peraturan perundang-undangan memuat keharusan:
1) adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang-undangan
2) adanya kesesuaian antara jenis dan materi muatan peraturan perundang-undangan
3) mengikuti cara-cara atau prosedur tertentu
4) tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya
3. Prinsip-prinsip Peraturan Perundang-Undangan
Lembaga administrasi Negara menyatakan, bahwa prinsip-prinsip yang mendasari pembentukan peraturan perundang-undangan, adalah:
a. Dasar yuridis (hukum) sebelumnya
Penyusunan peraturan perundang-undangan harus mempunyai landasan
yuridis yang jelas, tanpa landasan yuridis yang jelas, peraturan
perundang-undangan yang disusun tersebut dapat batal demi hukum. Adapun
yang dijadikan landasan yuridis adalah selalu peraturan
perundang-undangan, sedangngkan hukum lain hanya dapat dijadikan bahan
dalam penyusunan peraturan perundang-undangan tersebut.
b. Hanya peraturan perundang-undangan tertentu saja yang dapat dijadikan landasan yuridis.
Tidak semua peraturan perundang-undangan dapat dijadikan landasan
yuridis. Peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan dasar yuridis
adalah peraturan yang sederajat atau yang lebih tinggi dan terkait
langsung dengan peraturan perundang-undangan yang akan dibuat.
c.
Peraturan perundang-undangan hanya dapat dihapus,dicabut,atau diubah
oleh peraturan perundang-undangan yang sederajat atau yang lebih tinggi.
d. Peraturan perundang-undangan baru mengesampingkan peraturan perundang-undangan lama.
Dengan
dikeluarkannya suatu peraturan perundang-undangan baru, maka apabila
telah ada peraturan perundang-undangan sejenis dan sederajat yang telah
diberlakukan secara otomatis akan dinyatakan tidak berlaku. Prinsip ini
dalam bahasa hukum dikenal dengan istilah lex posteriori derogat lex
priori.
B. PROSES PEMBUATAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL
TINGKAT PEMBICARAAN RUU DI DPR RI
C. MENTAATI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL
5.
Adanya badan yudikatif yang bebas dapat memeriksa serta memperbaiki
setiap tindakan yang sewenang-wenang dari badanbadan eksekutif.
D .Kasus Korupsi dan Upaya pemberantasannya di Indonesia
• Walaupun hasil korupsi telah dikembalikan kepada negara,pelaku tindak pidana korupsi tetap dianjurkan ke pengadilan dan tetap di pidanaUU tindak Pidana Korupsi menerapkan pembuktian yang salah yang bersifat terbatas atau berimbang.
Terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindakan korupsi dan wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendannya dan harta benda istri,anak,dan harta benda setiap orang / korporasi yang diduga mempunyai hubungan perkara yang bersangkutan.
UU tindakan Pidana Korupsi memberi kesempatan kepada masyarakat berperan serta untuk membantu upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Pengertian korupsi > UU no.20 tahun 2001 > pasal 2 ayat 1
- Tentang tindakan pidana korupsi adalah = Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan negara > dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun , dan paling lama 20 tahun.
Denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak 1.000.000.000,00 ( satu milyar rupiah)
Pasal 3 > setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain / suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara > dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun.
Korupsi dalam Skala Nasional :
1. Menyuap Hakim (unsur-unsur: memberi / menjajikan sesuatu)
2. Pegawai negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatan
3. Menyuap advokat
E. Mendeskripsikan Pengertian Anti Korupsi dan Instrumen (Hukum Dan Kelembagaan) Anti Korupsi Di Indonesia
Korupsi adalah tindakan yang dilakukan oleh setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri. Korupsi adalah tindakan yang dilakukan oleh setiap orang yang kewenangan. Anti korupsi merupakan perilaku yang tidak mendukung terhadap berbagai upaya yang dilakukan oleh seseorang untuk merugikan keuangan negara yang dapat menghambat pelaksaan pembangun nasional. Tindakan anti korupsi melalui UU Republik Indonesia nomor 30 tahun 2002 dibentuklah komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam pengaturan dalam undang undang ini,Komisi Pemberantasan Korupsi:
a.Dapat menyusun jaringan kerja (Networking) yang kuat dan memperlakukan instusi yang telah ada sebagai counterpartner yang kondusif sehingga pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif
b.Tidak monopoli tugas dan wewenang penyelidikan penyidikan dan penuntutan
c.Sebagai pemicu dan pemberdayaan institusi yang telah ada dalam pemberantasan korupsi
d.Untuk melakukan supervisi dan memantau institusi yang telah ada dan dalam keadaan tertentu dapat mengambil alih tugas dan wewenang penyelidikan penuidikan dan penuntutan (superbody) yang sedang dilaksanakan oleh kepolisian atau kejaksaan.
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi memalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengendilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku (pasal 1 ayat 3). Tujuan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi menurut pasal 4 adala untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadapa upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.Sedangkan tugas dan wewenang KPK menurut pasal 6 adalah :
a.Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi menurut pasal 4 adalah untuk meningkatkan daya guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi
b.Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
c.Melakukan penyelidikan,penyelidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi
d.Melakukan tindakan tidakan pencegahan tindak pidana korupsi
e.Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan Negara
Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melakukan Penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi meliputi tindak pidana korupsi yang:
a.Melibatkan aparat penegak hukum,penyelenggara negara dan orang lain yang ada kaitannya
b.Mendapatkan perhatian yang meresahkan masyarakat
c.Menyangkut kerugian negara paling sedikit 1 milyar rupiah
Dalam penjelasan umum UU Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi ditanyakan, bahwa Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat. Berbagai kebijakan telah tertuang dalam bentuk peraturan perundang undangan, antara lain dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelagaraan Negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan Nepotisme. Undang undang nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas undang undang nomor 31 tahun Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
B. PROSES PEMBUATAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL
Proses
pembuatan undang-undang adalah rentetan kejadian yang bermula dari
perencanaan, pengusulan, pembahasan, dan pengesahan. Semua proses
tersebut dilakukan oleh para aktor, yang dalam sistem demokrasi modern
disebut eksekutif (Presiden beserta jajaran kementriannya) dan
legislatif (DPR).Yang akan dibahas pada bagan ini adalah bagaimana
proses pembentukan sebuah undang-undang.
1. PROSES PMBAHASAN RUU DARI PEMERINTAH DI DPR RI
RUU
beserta penjelasan yang berasal dari Presiden disampaikan secara
tertulis kepada pimpinan DPR. Kemudian, DPR memberitahu dan membagikan
RUU tersebut pada seluruh anggota. RUU yang terkait dengan DPD
disampaikan kepada DPD.
Penyebarluasan
RUU dilaksanakan oleh instansi pemrakarsa. Kemudian, RUU dibahas dalam
dua tingkat pembicaraan DPR bersama dengan Menteri yang mewakili
Presiden
2. PROSES PEMBAHASAN RUU DARI DPR DI DPR RI
RUU
beserta penjelasan yang berasal dari DPR disampaikan secara tertulis
oleh pimpinan DPR kepada Presiden. Presiden memberitahukan kepada
seluruh Anggota Kabinet.
Apabila
ada dua RUU yang diajukan mengenai hal yang sama dalam satu masa
sidang, maka yang akan dibicarakan adalah RUU dari DPR, sedangjan RUU
yang disampaikan ketua DPR dijadikan bahan untuk dipersandingkan. RUU
yang sudah disetujui oleh DPR dan Presiden, paling lambat 7 hari kerja
disampakan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkna menjadi
undang-undang. Apabila setelah 15 hari kerja, RUU yang sudah disampaikan
kepada Presiden belum disahkan menjadi undang-undang, Pimpinan DPR
mengirim surat kepada Presiden untuk meminta penjelasan. Apabila RUU
yang sudah disetujui bersama belum disahkan oleh Presiden dalam waktu
paling lambat 30hari, sejak RUU tersebut disetujui, RUU tersebut sah
menjadi Undang-Undang dan wajib untuk diundangkan
3. PROSES PEMBAHASAN RUU DARI DPD DI DPR RI
RUU beserta penjelasan/keterangan, dan atau naskah akademis yang berasal dari DPD disampaikan secara tertulis oleh Pimpinan DPD kepada Pimpinan DPR, kemudian dalam rapat Paripurna berikutnya, setelah RUU diterima oleh DPR, Pimpinan DPR memberitahukan kepada Anggota masuknya RUU tersebut, kemudian membagikannya kepada seluruh Anggota. Selanjutnya Pimpinan DPR menyampaikan surat pemberitahuan kepada Pimpinan DPD mengenai tanggal pengumuman RUU yang berasal dari DPD tersebut kepada Anggota dalam Rapat Paripurna.
Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja, Komisi atau Badan Legislasi membahas RUU Hasil pembahasannya dilaporkan dalam RapatParipurna.
RUU yang telah dibahas kemudian disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden dengan permintaan agar Presiden menunjuk Menteri yang akan mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU tersebut bersama DPR dan kepada Pimpinan DPD untuk ikut membahas RUU tersebut.
Dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya surat tentang penyampaian RUU dari DPR,Presiden menunjuk Menteri yang ditugasi mewakili Presiden dalam pembahasan RUU bersama DPR. Kemudian RUU dibahas dalam dua tingkat pembicaraan di DPR.
RUU beserta penjelasan/keterangan, dan atau naskah akademis yang berasal dari DPD disampaikan secara tertulis oleh Pimpinan DPD kepada Pimpinan DPR, kemudian dalam rapat Paripurna berikutnya, setelah RUU diterima oleh DPR, Pimpinan DPR memberitahukan kepada Anggota masuknya RUU tersebut, kemudian membagikannya kepada seluruh Anggota. Selanjutnya Pimpinan DPR menyampaikan surat pemberitahuan kepada Pimpinan DPD mengenai tanggal pengumuman RUU yang berasal dari DPD tersebut kepada Anggota dalam Rapat Paripurna.
Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja, Komisi atau Badan Legislasi membahas RUU Hasil pembahasannya dilaporkan dalam RapatParipurna.
RUU yang telah dibahas kemudian disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden dengan permintaan agar Presiden menunjuk Menteri yang akan mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU tersebut bersama DPR dan kepada Pimpinan DPD untuk ikut membahas RUU tersebut.
Dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya surat tentang penyampaian RUU dari DPR,Presiden menunjuk Menteri yang ditugasi mewakili Presiden dalam pembahasan RUU bersama DPR. Kemudian RUU dibahas dalam dua tingkat pembicaraan di DPR.
TINGKAT PEMBICARAAN RUU DI DPR RI
PEMBICARAAN TINGKAT I
Dilaksanakan oleh Rapat Komisi, Rapat Badan Legislasi,Rapat Panitia Anggaran, atau rapat Pansus, kegiatannya adalah tsb:
a. a. Pandangan dan pendapat
· RUU dari Presiden: pandangan dan pendapat fraksi – fraksi atau fraksi – fraksi bersama DPD apabila RUU terkait dengan DPD
· RUU dari DPD: pandangan dan pendapat Presiden atau Presiden beserta DPD apabila RUU terkait dengan DPD
b. b. Tanggapan
· RUU dari Presiden: tanggapan presiden
· RUU dari DPR: tanggapan pimpinan alat kelengkapan DPR yang membuat RUU
c. c. Pembahasan RUU oleh dan presiden berdasarkan Daftar Investasisasi masalah (DIM)
PEMBICARAAN TINGKAT II
Pengambilan keputusan dalam rapat paripurna, yang di dahului oleh:
a. a. Laporan Pembicaraan Tingkat II
b. b. Pendapat
akhir fraksi yang disampaikan oleh anggotanya dan apabila dipandang
perlu dapat pula disertai dengan catatan tentang sikap fraksinya.
c. Pendapat akhir Presiden yang disampaikan oleh Menteri yang mewakilinyaC. MENTAATI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL
Peraturan perundang-undangan yang telah
mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat
dan telah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap, wajib ditaati oleh seluruh bangsa Indonesia.
Mentaati berasal dari kata dasar taat yang artinya
patuh atau tunduk. Seseorang dikatakan
mempunyai kesadaran terhadap hukum,
apabila dia.
1. Memiliki pengetahuan tentang peraturan-peraturan hukum yang berlaku
2. Memiliki Pengetahuan tentang isi peraturan-peraturan hukum
3. Memiliki sikap positif terhadap peraturan-peraturan hukum
4. Menunjukkan perilaku yang sesuai dengan apa yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Orang yang mempunyai kesadaran hukum akan mematuhi apa yang menjadi tuntutan peraturan tersebut.
Orang menjadi patuh, karena :
1. Sejak kecil dia dididik untuk selalu mematuhi dan
melaksanakan berbagai aturan yang berlaku.
2. Pada awalnya bisa saja seseorang patuh terhadap
hukum karena adanya tekanan atau paksaan untuk
melaksanakan berbagai aturan tersebut.
3. Orang taat karena dia merasakan, bahwa peraturan
yang ada tersebut dapat memberikan manfaat bagi kehidupan dirinya sendiri
4. Kepatuhan atau ketaatan merupakan salah
satu sarana untuk mengadakan identifikasi dengan
kelompok.
Kepatuhan hukum merupakan pross internalisasi dari hukum tersebut. Jadi ketaatan terhadap berbagai peraturan
perundang-undangan, baik yang berlaku di rumah,
sekolah, masyarakat sekitar maupun dalam kehidupan
berbangsa pada dasarnya berkisar pada diri warga masyarakat itu sendiri. Masalah ketaatan dalam penegakan negara
hukum dalam arti material mengandung makna :
1. Penegakkan hukum yang sesuai dengan ukuranukuran
tentang hukum yang baik dan buruk
2. Kepatuhan dari warga-warga masyarakat terhadap
kaidah-kaidah hukum yang dibuat serta diterapkan
oleh badan-badan legislatif, eksekutif dan judikatif
3. Kaidah-kaidah hukum harus selaras dengan hakhak
asasi manusia
4. Negara mempunyai kewajiban untuk menciptakan
kondisi-kondisi sosial yang memungkinkan terwujudnya
aspirasi manusia dan penghargaan terhadap martabat manusia
Belakangan
ini kasus korupsi di Indonesia semakin meningkat.Korupsi pun bukan
hanya terjadi di lingkungan pejabat eksekutif,tapi juga legislatif dan
yudikatif.
Korupsi menyebabkan pengancaman kelancaran pembangunan dan kesehjahtraan masyarakat.
Tindakan pidana korupsi dirumuskan secara tegas sebagai tindakan formil(UU no.20 tahun 2001)
Korupsi menyebabkan pengancaman kelancaran pembangunan dan kesehjahtraan masyarakat.
Tindakan pidana korupsi dirumuskan secara tegas sebagai tindakan formil(UU no.20 tahun 2001)
• Walaupun hasil korupsi telah dikembalikan kepada negara,pelaku tindak pidana korupsi tetap dianjurkan ke pengadilan dan tetap di pidanaUU tindak Pidana Korupsi menerapkan pembuktian yang salah yang bersifat terbatas atau berimbang.
Terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindakan korupsi dan wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendannya dan harta benda istri,anak,dan harta benda setiap orang / korporasi yang diduga mempunyai hubungan perkara yang bersangkutan.
UU tindakan Pidana Korupsi memberi kesempatan kepada masyarakat berperan serta untuk membantu upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Pengertian korupsi > UU no.20 tahun 2001 > pasal 2 ayat 1
- Tentang tindakan pidana korupsi adalah = Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan negara > dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun , dan paling lama 20 tahun.
Denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak 1.000.000.000,00 ( satu milyar rupiah)
Pasal 3 > setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain / suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara > dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun.
Korupsi dalam Skala Nasional :
1. Menyuap Hakim (unsur-unsur: memberi / menjajikan sesuatu)
2. Pegawai negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatan
3. Menyuap advokat
E. Mendeskripsikan Pengertian Anti Korupsi dan Instrumen (Hukum Dan Kelembagaan) Anti Korupsi Di Indonesia
Korupsi adalah tindakan yang dilakukan oleh setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri. Korupsi adalah tindakan yang dilakukan oleh setiap orang yang kewenangan. Anti korupsi merupakan perilaku yang tidak mendukung terhadap berbagai upaya yang dilakukan oleh seseorang untuk merugikan keuangan negara yang dapat menghambat pelaksaan pembangun nasional. Tindakan anti korupsi melalui UU Republik Indonesia nomor 30 tahun 2002 dibentuklah komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam pengaturan dalam undang undang ini,Komisi Pemberantasan Korupsi:
a.Dapat menyusun jaringan kerja (Networking) yang kuat dan memperlakukan instusi yang telah ada sebagai counterpartner yang kondusif sehingga pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif
b.Tidak monopoli tugas dan wewenang penyelidikan penyidikan dan penuntutan
c.Sebagai pemicu dan pemberdayaan institusi yang telah ada dalam pemberantasan korupsi
d.Untuk melakukan supervisi dan memantau institusi yang telah ada dan dalam keadaan tertentu dapat mengambil alih tugas dan wewenang penyelidikan penuidikan dan penuntutan (superbody) yang sedang dilaksanakan oleh kepolisian atau kejaksaan.
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi memalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengendilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku (pasal 1 ayat 3). Tujuan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi menurut pasal 4 adala untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadapa upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.Sedangkan tugas dan wewenang KPK menurut pasal 6 adalah :
a.Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi menurut pasal 4 adalah untuk meningkatkan daya guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi
b.Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
c.Melakukan penyelidikan,penyelidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi
d.Melakukan tindakan tidakan pencegahan tindak pidana korupsi
e.Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan Negara
Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melakukan Penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi meliputi tindak pidana korupsi yang:
a.Melibatkan aparat penegak hukum,penyelenggara negara dan orang lain yang ada kaitannya
b.Mendapatkan perhatian yang meresahkan masyarakat
c.Menyangkut kerugian negara paling sedikit 1 milyar rupiah
Dalam penjelasan umum UU Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi ditanyakan, bahwa Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat. Berbagai kebijakan telah tertuang dalam bentuk peraturan perundang undangan, antara lain dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelagaraan Negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan Nepotisme. Undang undang nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas undang undang nomor 31 tahun Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
By :
- Sekar Narindrasari
- Silvia Maharani
- Farah Ayu Ridhani
- Novia Magda Imanuella
- Alifa Jasmini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar